Rabu, 20 Mei 2009

BERITA PENDIDIKAN

UNHALU BAHAS PENYELENGGARAN UN
Tak sekadar membahas program kerja lingkup Unhalu, tetapi penyelenggaraan ujian nasional (UN) bersama Dinas Pendidikan Sultra dan Lembaga Penjamin Mutu Pendidikan (LPMP) saat rapat kerja (Raker) di lingkup Unhalu, akhir pekan lalu dibahas. Inti pembahasan terkait beberapa ketimpangan yang terjadi saat UN, termasuk bagaimana mengatasi kerawanan yang kemungkinan bisa terjadi.

Kepala Bagian Tata Usaha Dinas Pendidikan Sultra Drs Masri MPd, mengatakan, sebagai pengajar pada jenjang pendidikan dasar dan menengah tentu saja guru yang paling resah saat penyelenggaraan UN. UN menjadi momok sebagian besar orang, baik dari pendidik maupun peserta didik (siswa-red) itu sendiri.

“ Hasil pengamatan yang dilakukan Dinas Pendidikan Sultra, ada sekolah yang belum menerapkan aturan yang berkenaan dengan penyelenggaraan pendidikan khususnya UN. Merujuk pada PP Nomor 19 Tahun 2005, penilaian pendidikan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah memiliki tiga tahapan yang selama ini tidak dilaksanakan dengan baik,”tandas Masri.

Penilaian tersebut, lanjutnya, adalah penilaian hasil belajar yang dilaksanakan pendidik itu sendiri. Tepatnya, saat proses belajar mengajar, guru cenderung memberikan nilai subyektif, tidak menilai siswa dengan kompetensi yang dimiliki siswa. Penilaian hasil belajar yang dilakukan oleh satuan pendidik, umumnya sebagian kepala sekolah mengharuskan semua siswanya naik kelas, sehingga untuk menghindari teguran dari kepala sekolah guru cenderung memberi nilai sesuai kehendak kepala sekolah serta penilaian hasil belajar yang dilakukan oleh pemerintah yaitu melalui UN.

“Ada beberapa hal agar UN dapat dijadikan alat untuk memajukan mutu pendidikan di antaranya, perlunya sosialisasi, pembuatan kisi-kisi yang melibatkan semua kompenen, perakitan soal, pendataan peserta ujian, pencetakan naskah, pendistribusian naskah ke daerah-daerah, pengawasan, pelaksanaan UN serta penetapan kelulusan,” ungkap mantan Kepala SMAN 2 Kendari ini.

Staf LPM Sultra Alaudin Majid, mengakui selama penyelenggaraan UN banyak kritikan dari masyarakat baik pemerhati pendidikan ataupun masyarakat umum. Mereka mengganggap UN tidak berjalan dengan adil. Karenanya, sebagai penyelenggara UN dituntut menggunakan langkah yang jitu untuk mengantisipasi fakta yang akan terjadi dilapangan selama ini.

“Kondisi penyelangaraan UN, masih terdapat penyimpangan dari apa yang ditentukan dengan prosedur operasi standar. Penyimpangan ini muncul pada tingkat provinsi, Kabupaten/Kota dan satuan pendidikan. Ketidaksesuaian seperti kondisi bahan ujian di antaranya jumlah soal yang kurang, lembar jawaban sobek, hasil cetak naskah buram serta halaman soal yang terbalik,” tutur Alaudin Majid.

Rektor Unhalu Prof Dr Ir Usman Rianse MS, juga menjelaskan, jika tahun ini penyelenggaraan UN berhasil membangun citra UN, maka dapat menjadi virus positif bagi pengembangan kualitas pendidikan di Sultra. Perubahan strategi pelaksaan UN, bagi SMA dan Madrasah Alliyah adalah keinginan pemerintah dan masyarakat yang dituangkan dalam UU Nomor 20 Tahun 2003, bahwa UN diselenggarakan dengan lembaga independen sehingga tidak bertentangan dengan otonomi daerah karena organisasi independen yang disepakati pada tingkat nasional adalah badan standar nasional pendidikan. Sementara hasil ujian tertentu harus menjadi salah satu syarat untuk melanjutkan pendidikan pada jenjang berikutnya.

“Ide itu pernah diminta majelis rektor se-Indonesia, 20 hingga 30 persen hasil UN dapat dijadikan syarat untuk masuk Perguruan Tinggi, namun ditolak, karena UN belum kredibel,” pungkasnya.

Tidak ada komentar: